Tiba-tiba aku terbangun. Malam ini aku memimpikannya lagi, mimpi yang sama, dia datang kepadaku, tersenyum, dan memelukku.
Pria itu bernama Arfa, pria pertama yang membuatku merasakan cinta, sakit, bahagia, sedih, tawa, tangis, dan segala sesuatu yang belum pernah aku bayangkan akan terjadi padaku.
Aku masih mencintainya sampai sekarang, walaupun kenyataannya aku tak bisa lagi memilikinya. Ya, sudah hampir satu tahun kami berpisah, walalupun demikian, masih sangat sulit sekali menghilangkan dia dari pikiranku.
Aku Rara, masih terjebak dengan pikiran tentangnya disini. Aku bukannya tak berusaha untuk melupakan dia, dan tak sedikit juga pria lain yang datang menghampiriku, tapi entah mengapa, sampai sekarang aku yakin dia akan kembali, mungkin aku salah, tapi untuk kali ini, aku ingin menikmati semua bayanganku tentang dia, walaupun mungkin akhirnya, aku harus benar-benar melepasnya.
Bukan hal yang mudah melepasnya begitu saja, bukan karena waktu hubungan kami yang cukup lama. Kami memang berhubungan cukup lama, 3 tahun. Dan lucunya, dia memutuskanku tepat beberapa hari setelah anniversary kami yang ke-3. dengan alasan yang tak kumengerti. Jujur, dengan segala sesuatu yang sudah dia lakukan saat itu, harusnya aku yang memutuskan dia, tapi mungkin dengan alasan sayang, aku tak berani mengambil keputusan, karena aku tahu, aku akan menyesal. Sebenarnya bukan kali ini saja kami putus, sudah hampir 4 kali kami putus, tapi selalu saja ada jalan untuk kembali. Kami menjalani hubungan yang agak sedikit rumit, karena kami harus berjuang mempertahankan hubungan jarak jauh, aku dari kota Sukabumi dan kuliah di Bandung, sementara dia kuliah dan tinggal di Jakarta.
Kami bertemu secara kebetulan. Saat itu aku sedang menjenguk teman kampusku di sebuah rumah sakit di Bandung, dan kebetulan teman kampusku itu adalah sahabatnya ketika sma, dia di sana sedang menunggu temanku itu. Kamipun berkenalan, jujur, saat itu aku bahkan tidak mengingat namanya, apalagi wajahnya. Tapi tiba-tba dia menghubungiku, dan dari situ kami mulai dekat. Dia menghabiskan waktu selama 2 minggu di Bandung, dan saat itu kami sering bertemu. Jujur, aku menyukainya dari awal kami dekat. Aku merasakan ada yang berbeda dari dia, entah apa itu. Tapi dia selalu saja bisa membuatku tersenyum, dan tidak punya perasaan bersalah ketika bersama dia, perasaan yang biasanya aku rasakan ketika aku bersama pria lain.
Tiba saatnya dia harus kembali ke Jakarta, tapi sebelum itu, kami pergi ke sebuah tempat makan. Di sana dia jujur tentang perasaannya padaku, dia bilang menyukaiku. Aku bingung, aku juga menyukainya, tapi aku takut menjalani hubungan jarak jauh, aku tahu, resikonya lebih besar. Lama aku berpikir, dan akhirnya aku menjawab iya. Ga ada salahnya mencoba.
Awal hubungan kami, aku benar-benar merasa bahagia. Dia sangat baik kepadaku, perhatian, selalu mengingatkanku salat, yang tak pernah dilakukan pacar-pacarku sebelumnya. Bukan waktu yang lama sampai aku benar-benar menyayanginya. Merasakan hal yang indah, mencintai dan merasa di cintai. Walaupun sedikit sulit, karena kami tidak bisa begitu saja bertemu ketika aku merindukannya. Tapi dia berjanji akan segera menemuiku. Aku tidak sabar untuk bertemu dengannya.
Diapun datang. ”Akhirnya, aku bisa merasakan pacaran yang normal” pikirku. Satu minggu dia di Bandung, tapi saat itu, ada satu insiden yang membuatku mengambil keputusan untuk berpisah. Dia sudah melakukan satu hal yang menurutku di luar batas wajar.
”Aku pengen kita putus. Hubungan yang dibarengin sama nafsu ga akan pernah berakhir baik!”
Itulah isi sms ku saat itu. Aku benar-benar merasa marah. Tapi dia memintaku untuk bertemu dengannya dan meminta kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Aku memberikan kesempatan padanya. Dia bilang dia berani melakukan semua itu karena dia sudah yakin denganku, aku tak tahu apa maksudnya, tapi saat itu aku memberikan kesempatan, dan kamipun kembali bersama.
Kembali menjalani hubungan jarak jauh, karena dia harus kembali ke Jakarta. Aku masih melakukan segala sesuatu hal normal di sini, kuliah, jalan sama teman-teman.
Tapi lama kelamaan ada hal yang membuatku kembali tidak nyaman. Dia membatasi hubungan pertemananku, apalagi dengan laki-laki. Dia selalu cemburu tanpa ada alasan yang jelas, dan melarangku berteman dengan laki-laki, padahal hampir semua temanku laki-laki, dan dari dulu aku memang mempunyai banyak teman laki-laki, mungkin karena kelakuanku sendiri yang agak tomboy.
Untuk sementara waktu aku memaklumi semua sifatnya, sampai satu saat, aku sudah tidak bisa mentoleransi lagi semua kecurigaannya. Saat itu, dia melarangku mengikuti satu kegiatan, tanpa alasan yang jelas. Saat itu, aku kembali meminta putus dari dia. Hidupku bukan hanya tentang dia, aku juga harus punya kehidupan di sini, sementara aku tak bisa bertemu dia.
Tapi ternyata masih sulit, besoknya aku menghubungi dia, aku bilang aku menyesal, dan ingin dia kembali padaku. Syukurlah, dia juga masih mau memafkanku, dan kami kembali bersama.
Dia mulai sedikit berubah, dan tidak pernah mempersoalkan kedekatanku dengan temanku yang laki-laki, walaupun masih saja cemburu dengan hal-hal yang menurutku tidak masuk akal, tapi mungkin itu tanda rasa sayang dia padaku.
Awalnya kami hanya bertemu satu bulan sekali, itupun karena dia yang datang ke sini. Agak sulit menerima keadaan, karena harusnya dia ada setiap kali aku membutuhkan dia disampingku, tapi itulah resiko yang harus aku ambil kan? Tapi lama kelamaan, aku juga sering menemuinya di Jakarta, kamipun lebih sering bertemu, walaupun demikian, bukan berarti masalah itu tak ada, masih saja dia protektif kepadaku, membatasiku melakukan yang aku inginkan.
Ada lagi satu kesalahan kami, aku tahu itu sesuatu yang seharusnya tidak kami lakukan, sesuatu yang sudah benar-benar melewati batas, hal yang dulu membuatku memutuskannya. Hal yang membuatku tidak bisa seperti dulu lagi, membuatku sekarang merasa kotor dan tidak pantas untuk siapapun. Aku sering berpikir untuk berhenti melakukan kesalahan itu, dan aku juga meminta dia melakukan hal yang sama, tapi ternyata sulit, kami pasti melakukan kesalahan itu, dan akhirnya menjadi satu ”kebiasaan buruk” yang kami lakukan tiap kami bertemu.
Lama kelamaan aku merasa dia berubah, entah kemana dia yang dulu perhatian padaku. Dia sudah jarang menghubungiku, bahkan kadang menghilang begitu saja dan tak mau aku hubungi. Bahkan ada satu kejadian yang benar-benar membuatku sakit hati, dia tidak percaya padaku. Ada satu kesalahpahaman yang bahkan tidak aku mengerti. Temannya menjelek-jelekan aku didepan dia, dan parahnya, dia lebih percaya pada temannya itu. Hampir satu minggu kami menjalani hubungan yang benra-benar tidak sehat, tiap hari selalu saja ada pertengkaran, teriakan, marah-marah, sampai akhirnya aku menyerah dan memutusklan dia lagi. Untuk kali ini aku yakin aku bisa.
Ternyata, dengan alasan ”sayang”, aku tak bisa, aku kembali memintanya untuk memaafkanku. Tapi saat itu dia tidak begitu saja memaafkanku, walaupun akhirnya, kami kembali bersama.
Kami sudah saling mengenal keluarga masing-masing. Aku sering diajak ke rumahnya tiap kali ke jakarta, dan dia juga pernah bertemu keluargaku saat keluargaku di Bandung. Dia juga pernah beberapa kali ke rumahku di Sukabumi. Itulah salah satu alasanku dulu, sampai sekarang ingin mempertahankannya, walalupun mungkin alasan yang salah.
0 comments:
Posting Komentar