Tik… Tok… Tik… Tok…
Suara detik jam terasa makin terdengar kencang. Sudah lewat hampir satu
jam dari jam 12 malam, tapi belum ada tanda-tanda kamu akan menghubungiku,
apalagi datang kesini. Sementara sudah banyak ucapan dari teman-temanku yang
lain, baik itu lewat social media, maupun sms. “Ah, mungkin dia baru akan
menghubungiku besok.” Ucapku dalam hati, mencoba menenangkan diri sendiri.
“Tunggu aku saat ulang tahunmu. Aku janji aku akan datang dan meminta
izin pada orang tuamu agar kita bisa menikah.” Itulah kata-kata yang kau
ucapkan saat akan pergi menjalankan tugas ke daerah yang sedang terkena konflik
antar suku. Aku sebenarnya tidak rela melepasmu pergi, karena sudah banyak
kabar tentang prajurit yang gugur di sana. Perasaanku mengatakan bahwa itu adalah
terakhir kalinya aku bisa bertemu denganmu. Tapi kata-katamu sedikit membuatku
kuat. Aku percaya kamu akan menepati janjimu, seperti biasa. Kamu tidak pernah
mengingkari janji apapun yang kau ucapkan.
Aku tidak bisa mencari kabar tentangmu karena di sana tidak ada jaringan
komunikasi sama sekali. Jadi aku hanya bisa menunggu, dan percaya kamu akan
datang. Tersiksa? Sangat. Aku merasa ada yang hilang. Memang ini bukan pertama
kali kita harus berjauhan karena kamu ditugaskan ke daerah sebagai baktimu
sebagai anggota TNI. Tapi setidaknya kita masih bisa berkomunikasi walaupun
tidak sering.
Detik berganti menit, menit berganti jam. Tak terasa waktu sudah beranjak
malam. Tapi kamu masih belum juga datang. “Mungkin besok, bukankah dia selalu
mengucapkan di hari kedua?” Aku kembali mencoba menenangkan hatiku sendiri. Hari
kedua? Ya, ulang tahunku jatuh pada tanggal 29 Februari yang hanya ada 4 tahun
sekali. Dan ketika tidak ada tanggal 29, aku selalu berkata kalau aku punya 2
hari ulang tahun. Pertama tahu hal itu kamu hanya tertawa, kamu bilang itu hal
yang tidak masuk akal.
“Eh, kan aku bisa ulang tahun di tanggal 28 Februari sama 1 Maret!”,
ucapku agak kesal.
“Iya deh iya, gimana kamu aja.” Jawabmu sambil tetap tertawa.
Aku makin tidak bisa tidur. Kulihat jam di dinding, sudah hampir 2 jam berlalu
semenjak hari berganti ke tanggal 1, tapi kamu masih belum menghubungiku. Ibumu
juga berkata bahwa kamu belum sampai di rumah, dan kamupun belum memberi kabar.
Jadi dimana kamu sekarang? Mengapa kamu masih belum menghubungiku? Apakah kamu
sudah lupa janjimu? Tidak, itu tidak mungkin. Beberapa minggu lalu kamu menitipkan
surat kepada temanmu dan memberikan kabar bahwa kamu akan pulang pada saat aku
ulang tahun. Kamu juga memintaku untuk bersabar menunggu. Baiklah, hari ulang
tahunku masih belum habis. Aku akan tetap menunggu, walaupun dengan hati yang
mulai kacau.
Aku merasa hari itu adalah hari paling menyiksa untukku. Menunggu kabarmu
yang tak kunjung datang, ditambah perasaanku yang entahlah mengapa beberapa
hari terakhir ini sangat tidak karuan. Aku merasa hal buruk akan terjadi, dan
aku benci karena perasaanku tidak pernah salah. Beberapa kali aku ditegur oleh
temanku karena kedapatan melamun saat bekerja. Aku hanya ingin pulang, dan berharap
menemukanmu telah menungguku di depan rumah. Sampai akhirnya saat aku pulang,
bukan kamu yang aku lihat di depan rumah, tapi orang lain.
……………………
Setahun berlalu. Hari ini, tepat tanggal 29 Februari, hari ulang tahunku.
Kita akhirnya bisa merayakannya berdua kembali, walaupun keadaannya sudah
berbeda.
Aku membersihkan nisan yang terukirkan namamu. Kuletakkan bunga mawar
kesukaanmu diatasnya. Aku bisa merasakan kamu ada di sini, di sisiku.
“Hei, apa kabar? Ini hari ulang tahunku. Kamu ga mau kasih aku ucapan?”
ucapku sambil mengelus nisannya.
Hari itu, saat aku pulang kerja, aku mendapati kakakmu yang datang ke
rumah. Awalnya aku tidak mengerti mengapa bukan kamu yang datang, sampai
akhirnya ibu memelukku, dan kakakmu menceritakan semua kejadian yang terjadi.
“Dia sudah mendapatkan izin untuk pulang kemarin. Temannya menceritakan
bahwa dia bahkan sudah tidak sabar untuk segera bertemu denganmu, Na. Pagi-pagi
sekali dia sudah berangkat, menumpang kendaraan pengangkut logistik dan segala
keperluan untuk prajurit di sana. Tapi belum sampai perbatasan, mobil mereka
terjebak dalam bentrokan yang kembali pecah. Tentu saja Dika dan beberapa
prajurit lain yang juga kebetulan ikut dalam rombongan itu mencoba mengamankan
keadaan.” Kakakmu terdiam, dia terdengar menarik nafas panjang sebelum kembali
melanjutkan ceritanya.
“ Tapi Dika terkena tembakan yang datangnya entah dari kubu mana. Tembakannya
tepat di dada. Dika sempat dilarikan ke rumah sakit, tapi nyawanya tidak
tertolong lagi. Dika… Dika meninggal di rumah sakit akibat kehilangan banyak
darah.”
Aku merasa tubuhku mulai lemas, semua terasa gelap. Aku tidak ingin
mempercayai semua yang kakakmu katakan. Apakah ini hanya caramu mengerjaiku seperti
biasa? Kamu memang selalu membuatku kesal sebelum memberi kejutan manis untukku
di tiap hari ulang tahunku. Tapi ini sangat tidak lucu!
“Na, kamu ga apa-apa kan?” terdengar suara ibu yang mulai menyadarkanku.
“Kak Rega becanda kan? Ini Dika cuma mau ngerjain Nana kan kak?!” ucapku
tak percaya, air mataku sudah tidak bisa lagi ditahan.
“Maafin kakak, Na. Tapi kali ini kakak ga lagi ngebantuin Dika ngerjain
kamu. Kamu yang sabar ya Na. Kakak tahu perasaan kamu.”
“Ga, ga mungkin. Dika bilang dia mau pulang buat nemuin Nana. Dika ga
mungkin boong, Dika ga pernah ingkar janji! Ga! Nana ga percaya!”Aku makin histeris,menyadari kalau kakakmu tidak
becanda. Ibu kembali memelukku, kali ini lebih erat.
“Sekali lagi kakak minta maaf. Dan ini, Dika pasti mau kamu nyimpen ini. Sebelum
pergi buat ngejalanin tugas, Dika nitipin ini sama kakak.”
Aku menerima satu kotak kecil yang diberikan oleh kakakmu. Saat aku buka,
di dalamnya ada sebuah cincin dari emas putih dengan ukiran yang cantik. Aku perhatikan
di bagian dalam cincin itu ada tulisan nama kita berdua.
“Itu pasti cincin tunangan yang harusnya Dika kasih kemarin buat kamu Na.”
Aku makin lemas sampai kotak itu terlepas dari genggamanku. Tangisku pun
pecah. Hari itu, aku kehilanganmu, kehilangan hatiku, cintaku, orang paling
penting dalam hidupku. Dan itu jadi hari ulang tahun terburuk, seumur hidupku.
0 comments:
Posting Komentar