Senin, 04 April 2011


Aku tidak tahu ada apa dengan aku hari ini, Rasanya tidak bersemangat sekali untuk bekerja. Aku tidak berkonsentrasi. Aku mencoba menghubungi Iyas, tapi tidak seperti biasanya, dia tidak bisa dihubungi. Teman kantorku pun bingung, karena melihat aku yang biasanya ceria, tiba-tiba saja tidak bersemangat. Entah mengapa aku merasa ada yang salah, perasaanku sangat tidak enak hari ini, seperti ada hal buruk yang akan terjadi. Aku hanya berharap itu Cuma perasaanku. Walaupun aku khawatir terjadi sesuatu dengan Iyas karena dia tidak bisa aku hubungi. Seharian aku mencoba melupakan perasaanku, mengalihkan pikiranku pada pekerjaan.
Sampai akhirnya aku kembali ke tempat kosku, aku melihat satu amplop coklat yang tergeletak didepan pintu. Aku bingung, siapa yang mengirimnya, aku lihat alamat pengirimnya, ternyata kiriman itu dari Iyas. Beberapa hari lalu, dia memang sempat menanyakan alamatku, tanpa menjelaskan untuk apa. Pelan-pelan aku buka amplop itu, aku bingung, apa dia mengirimiku surat? Kenapa dia tidak mengirimkan e-mail saja untukku? Tapi kenapa suratnya terlihat tebal.
Aku sangat lelah, sampai akhirnya aku memilih beristirahat dulu, dan menyimpan amplop itu begitu saja. Malamnya, aku penasaran juga apa isi amplop itu. Pelan-pelan aku buka, sampai akhirnya aku melihat isi amplop itu. Ternyata satu undangan pernikahan. Tapi siapa? Yang aku tahu, kakak Iyas sudah menikah beberapa tahun lalu. Apa ini undangan pernikahan Iyas? Tapi dia tidak pernah mengatakan apapun padaku. Dia malah pernah bilang dia merindukanku selama ini. Perasaanku semakin tidak karuan, aku merasa takut membuka undangan itu. Didepan undangan itu tertulis inisial kedua mempelai A dan I, juga tanggal pernikahan mereka. Dan saat aku buka, betapa kagetnya aku melihat nama yang terpampang disana.

MENIKAH
AGNES FITRIANI
Dengan
MUHAMMAD IKHLAS AKBAR

Seperti ada berton-ton batu yang menimpaku, aku tidak percaya dengan apa yang aku baca. Ini benar-benar undangan pernikahan Iyas, dan yang membuat aku semakin sakit, dia menikah dengan wanita itu. Wanita yang benar-benar tidak aku suka, tidak aku harapkan bisa bersama Iyas. Aku bisa merasakan tanganku bergetar, dan tiba-tiba saja ada butiran hangan yang menetes dari mataku. Iyas? Menikah? Lalu mengapa dia kembali menghubungiku, dan bilang dia merindukanku? Apa maksud semua ini. Aku merasa sangat lemas, dan tak tahu apa yang harus aku lakukan. Lama aku terdiam, masih memegang undangan itu, dan masih tidak percaya.
Saat aku merasa kesadaranku sudah kembali, aku mencoba menghubungi Iyas, tapi nomornya masih tidak bisa dihubungi, apa dia sengaja menghindar dariku? Aku merasa semakin kalut, akhirnya aku memutuskan menghubungi sahabatku, Dinda. Aku menceritakan semuanya. Dia memang yang paling tahu tentang hubunganku dengan Iyas sejak pertama kali. Dia bilang dia juga kaget, dan memutuskan untuk datang ke tempat kos ku. Kami memang bekerja ditempat yang sama, dan tinggal tidak terlalu berjauhan.
Setelah sahabatku datang, aku benar-benar tidak bisa berkata apa-apa, hanya tangisan yang keluar. Dia mencoba menenangkanku, sambil berusaha kembali menghubungi Iyas, tapi dia masih tidak bisa dihubungi. Kemana orang brengsek itu sekarang? Pikirku. Aku kalut, benar-benar hancur.
Aku memaksakan untuk tidur, karena besok tetap saja aku harus kembali bekerja. Untungnya sahabatku mau menemaniku malam ini.  Tapi sulit sekali, sampai pagi datangpun aku masih tidak bisa memajmkan mata. Akhirnya aku terpaksa pergi ke kantor dengan keadaan kacau, belum tidur, dan mata bengkak. Aku sadar, banyak orang yang memperhatikan penampilanku hari ini, tapi aku tidak peduli. Yang ada dipikiranku sekarang hanya bagaimana caranya aku bisa bertemu Iyas, dan mungkin menghajarnya. Dia benar-benar tidak tahu apa yang aku rasakan, mengapa seenaknya saja dia mempermainkan perasanku.
Sudah 3 hari berlalu, aku masih belum mendapat kabar dari Iyas. Akupun sudah lelah menghubunginya, dan sudah bisa sedikit menerima keadaan, walalupun masih terasa sakit, dan aku masih tidak mau ditinggal sendirian. Beruntung sahabatku mengeri, dan dia mau menmaniku beberapa malam itu. Setelah tidak berani membuka undangan itu lagi, akhirnya tadi pagi aku membaca lengkap semuanya. , pernikahannya berlangsung tanggal 29 juli 2011, yang berarti kurang dari 2 minggu lagi. Pernikahan itu digelar di Bandung, tempat mempelai wanita. Tapi mengapa Iyas yang mengirimkannya padaku? Berarti sebelumnya dia pernah datang ke sini, tapi tidak mengabariku? 3 bulan, apa artinya semua ini? Aku kembali merasakan sakit, dan kembali tidak bisa menahan air mata.
Tinggal beberapa hari menuju pernikahan mereka, aku benar-benar merasa sudah bisa merelakan semuanya. Walaupun tanpa penjelasan apapun. Aku juga tidak pernah berusaha menghubungi Iyas lagi. Aku memutuskan untuk datang saja ke pernikahan mereka, apa yang bisa mengehentikanku? Harusnya aku berbahagia untuk mereka, walaupun tanpa disadari, ada orang yang tersakiti disini, aku.
Tapi tiba-tiba saat aku kembali ke tempat kos ku setelah bekerja, dari jauh aku melihat satu sosok pria berdiri didepan kamarku. Tidak terlalu jelas karena saat itu hujan cukup deras. Aku berpikir mungkin itu penjaga kosanku yang baru, karena penjaga yang lama harus pulang kampung, tapi kenapa dia mau diam ditengah hujan untuk menungguku? Semakin dekat, aku merasa seperti mengenal pria itu. Sosok tinggi, kurus putih yang selama ini aku kenal. Dan ya, itu memang dia. Iyas, dia berdiri disana, ditengah hujan. Inginnya aku berbalik dan pergi, tapi dia sudah lebih dulu melihatku. Kuberanikan diri terus berjalan. Perasanku campur aduk, pikiranku kacau, sampai aku diam didepannya. Kami hanya saling terdiam, hal yang selama ini ingin aku tanyakan, sepertinya hilang begitu saja, menguap bersama hujan.
Pikiranku akhirnya kembali, aku mempersilahkannya masuk. Tidak tega juga melihat dia basah kuyup, aku juga tidak tahu apa yang ada dipikiran dia, mengapa dia mau menungguku ditengah hujan seperti itu.
Aku memintanya mengeringkan diri dulu, dan memberikan bajuku yang agak besar untuk dia pakai. Setelah selesai, dia kembali ke kamarku. Masih terdiam, dan masih tidak ada kata yang keluar. Inginnya aku menyerangnya dengan semua pertanyaan-pertanyaan yang ada dibenakku, tapi sepertinya mulut ini terkunci, sulit sekali untuk bersuara. Sampai akhirnya dia mengatakan sesuatu.
“Maafin aku. Aku tau aku ga pantes buat dimaafin, tapi maafin aku. Aku ga bermaksud nyakitin kamu, semua hal yang kita jalanin ga ada yang pura-pura, aku emang beneran sayang sama kamu. Saat itu, aku emang udah tunangan sama Agnes, tapi tiba-tiba, entah kenapa, malam itu aku benar-benar merindukan kamu, maafin aku”
Aku tak bisa berkata-kata, hanya air mata yang keluar. Lama terdiam, tak sanggup mengatakan apapun.
“Kok kamu diem? Maafin aku. Maafin aku, aku bener-bener minta maaf. Tolong jangan benci sama aku, tolong, aku sayang sama kamu.”
Akhirnya amarahku keluar, sepertinya kunci yang menutup mulutku sudah terbuka, tanpa pikir panjang, aku keluarkan semua.
”Sayang? Macam apa Yas? Kamu tiba-tiba aja datang saat aku udah bisa ngelupain semua hal tentang kita, bilang kamu sayang sama aku, bikin aku kembali percaya dan akhirnya mau nerima kamu. Sayang macem apa kalau ternyata saat itu kamu udah tunangan sama Agnes? Apa kamu mau ngebales semua perlakuan aku sama kamu dulu?? Sayang macem apa kalau kamu ngilang saat aku butuh penjelasan? Kamu pengecut Yas, kenapa saat itu kamu ga bisa dihubungin, kamu sengaja? Kamu takut?? Kenapa kamu ga ngejelasin apapun? Kemana aja kamu selama hampir dua minggu ini? Terus kenapa sekarang kamu ke sini, kamu tau kan, pernikahan kamu tinggal 3 hari lagi? Aku mutusin buat dateng kok, tenang aja, aku bukan pengecut!”
Semua kata-kata itu keluar tanpa aku sadari, dan air mataku pun semakin deras.
”Aku Cuma ga percaya Yas kamu bisa ngelakuin semua itu sama aku. Aku pikir kamu beda, kamu baik, tapi ternyata, kamu lebih jahat dari apapun, aku kecewa Yas. Kamu minta aku buat ga benci sama kamu? Tenang aja, aku ga benci sama kamu, tapi aku bener-bener ga bisa terima semua perlakuan kamu!”
”Maafin aku Ya, aku ga punya maksud nyakitin kamu, apalagi buat ngebales hal yang dulu kamu lakuin ke aku. Ga ada niat sedikitpun. Aku emang beneran sayang sama kamu, kamu tau, selama ini aku sebenernya ga bisa lupain kamu. Tapi saat itu, sosok Agnes datang lagi, ngasih semua yang ga bisa kamu kasih ke aku,. Awalnya aku ngerasa Agnes bisa gantiin posisi kamu, tapi ternyata aku salah. Lama kelamaan aku malah makin merindukan kamu, tapi saat aku sadar, aku udah ga bisa pergi, aku udah tunangan sama Agnes. Dan saat aku ngehubungin kamu lagi, aku udah ga bisa nahan semua perasaan aku. Aku bener-bener merindukan kamu, dan saat itu, aku lagi pusing dengan rencana pernikahan aku sama Agnes. Aku bener-bener pengen pergi, tapi aku ga bisa.”
”Sekarang aku terima kamu marah sama aku, itu wajar, aku bakal terima apapun yang bakal kamu lakuin. Saat itu aku bukannya menghindar, tapi aku emang tiba-tiba ditugasin keluar kota dan susah banget nyari signal disana. Aku bukannya ga berusaha juga buat ngehubungin kamu. Aku beberapa kali kirim e-mail ke kamu, tapi ga pernah kamu bales. Dan kemarin aku baru balik lagi ke kantor, aku langsung minta cuti dan dateng ke sini. Aku bilang sama Agnes baru bakal dateng besok, karena aku pengen nemuin kamu dulu, Ya, tolong maafin aku.”
Aku masih terdiam, hanya bisa menangis mendengarkan semua pejelasan Iyas,aku bingung, apa yang harus aku lakukan, tapi akhirnya aku bisa bersuara.
”Udahlah Yas, apapun yang kamu bilang sekarang, ga akan ngerubah apa-apa. Kamu harus tetep nikah sama Agnes, dan lupain aku. Jangan mempersulit keadaan, tolong. Aku ga mau jadi sosok lain dikehidupan kalian. Jangan biarin aku terjebak dalam posisi kamu dulu, kamu tahu ini lebih parah, kamu mau menikah. Cobalah sayang sama Agnes, beberapa hari lagi dia bakal jadi istri kamu, jangan masukin aku dalam masalah yang ga akan pernah bisa kita selesain.”
Tiba-tiba dia memelukku, erat sekali. Awalnya aku berusaha lepas, tapi dia semakin erat memelukku, sampai akhirnya aku menyerah. Aku menangis di pundaknya, semakin deran, diapun menangis.
“Maafin aku Ya, aku udah mempersulit kamu. Semuanya salah aku, maafin aku”
Aku membiarkan dia memelukku, tanpa mengatakan apapun. Perasaan ini semakin sakit, tiba-tiba saja aku merasa tidak rela melepasnya. Apa boleh aku egois?? Tapi aku sadar, aku tak boleh melakukan itu, ada hal yang lebih besar yang akan terjadi.
Akhirnya pelan-pelan dia melepaskan pelukannya. Aku mengira dia tidak akan melakukan apapun lagi, tapi tiba-tiba dia mencium keningku, mataku, dan bibirku. Aku tidak bisa menolak, jujur, aku juga menikmati keadaan ini, lama kami saling berciuman. Sampai aku sadar dan langsung mendorongnya.
”Kita ga boleh kaya gini Yas, kamu sadar kan? 3 hari lagi kamu nikah, sama orang lain! Kamu bisa bayangin kan kalau dia tau apa yang kita lakuin selama ini?”
”Aku sadar Ya, aku sangat sadar sama yang aku lakuin. Tapi tolong, kasih kesempatan buat aku bisa sama kamu, walaupun buat yang terakhir kali.”
Akupun menyerah dan mmberikan kesempatan terakhir untuk Iyas, terakhir, benar-benar untuk yang terakhir. Dan malam itu, aku menizinkan dia menginap di tempatku. Menikmati hari terakhir kami berdua, sebelum aku benar-benar melepasnya pergi. Banyak hal yang kami bicarakan malam itu. Tentang kami, hanya tentang kami.
Besoknya aku merasa tidak bersemangat untuk pergi bekerja, dan memutuskan meminta izin untuk tidak masuk. Iyas masih ada di sini, sebenarnya aku sudah meminta ia untuk pergi dari pagi tadi, tapi dia meminta waktuku sampai siang ini, sebelum akhirnya dia bertemu Agnes. Sebenarnya aku merasa sakit, aku merasa hanya dijadikan cadangan, tapi mungkin karena keegoisanku, aku mengizinkan dia tetap di sini sampai siang, menikmatui saat-saat terakhir bersamanya.
Dan siang itu, aku melihatnya pergi. Mungkin tidak seharusnya tadi malam aku memberikan dia kesmpatan, karena hari ini ingin sekali rasanya membuat dia tetap disini. Tapi aku tahu sudah tak mungkin, aku harus merelakan dia pergi.
Tibalah hari pernikahan mereka. Resepsinya akan diadakan nanti malam disebuah gedung megah di Bandung. Aku meminta Dinda, sahabatku, untuk menemaniku, berjaga-jaga siapa tahu aku benar-benar tidak kuat melihat Iyas bersanding dengan wanita lain.
Gedung resepsi yang indah, terlihat kebahagiaan dimana-mana. Pasti semua orang ditempat ini merasa bahagia, kecuali aku tentunya. Aku menguatkan diri berjalan ke pelaminan, menyapa Iyas dan Agnes.  Agnes terlihat kaget melihat kedatanganku dan Dinda, kebetulan Agnes memang kenal dengan Dinda yang juga satu kampus dulu dengan kami berdua. Akhirnya Iyas bilang kalau dia yang mengundangku, karena sudah menganggap aku seperti adiknya. Aku hanya bisa tersenyum, tersenyum pahit. Setelah menyapa mereka, aku memutuskan untuk pulang. Apalagi yang aku lakukan disini, hanya menyakiti diriku sendiri.
Sebulan sudah kejadian itu berlalu, aku kembali menata hatiku lagi, kembali menyibukkan diri dengan pekerjaanku. Walaupun kadang aku sangat merindukan Iyas, tapi aku tahu, dia mungkin sudah bahagia di sana, dan suatu saat, pasti ada pria lain yang menyayangiku lebih sempurna, yang  Tuhan siapkan untukku, aku percaya.

0 comments:

Posting Komentar