“hei, kenalin gw Ikhlas, tapi lw boleh panggil gw Iyas…”
“heiiii… gw Catleeya, lw boleh panggil gw Iya atau Yaya…”
“Wah, panggilan kita mirip ya heheheh”
Itulah pertama kali aku berkenalan dengannya. Hari pertama masa orientasi fakultas di kampusku. Iyas, tinggi, kurus, kulitnya putih, senyumnya manis, yang pertama kuingat darinya. Orangnya juga terlihat ramah, tapi kebiasaan burukku, aku tak pandai bersosialisasi dengan orang yang baru ku kenal. Dan hari pertama hanya itu percakapan kami.
Aku dan Iyas satu kelompok dalam acara orientasi itu, selain dia, ada 18 orang lainnya yang satu kelompok denganku. Dan beruntung teman-teman sekelompokku yang lain juga ternyata baik, memudahkanku dekat dengan mereka.
Keesokan harinya keadaan sudah mulai membaik, aku jadi lebih dekat lagi dengan Iyas. Ternyata orangnya lucu, dan entah kebetulan atau tidak, aku selalu mendapatkan kesempatan untuk bersama dia, baik dalam permainan, atau diskusi dalam kelompok. Tapi jangan kira kedekatan kami seperti layaknya pertemanan yang lain, kami malah lebih sering mengejek satu sama lain, tapi mungkin itulah yang membuat kami dekat.
Semakin hari aku semakin dekat dengan dia, dan entah mengapa ada satu perasaan aneh yang aku rasakan, tak seperti perasaanku pada teman-temanku yang lainnya. Menganggap dia spesial walaupun tiap hari kami seperti tak bisa akur, selalu saja ada yang kami debatkan.
Sampai satu hari aku mendapatkan kabar bahwa dia akan pindah karena dia diterima di universitas lain. Perasaanku bercampur aduk, tapi yang pasti aku sedih karena tidak bisa lagi bertemu dengannya. Dan aku tau, aku hanya punya waktu beberapa hari lagi untuk bisa bersama dia, dan mungkin mengutarakan perasaanku yang sebenarnya kepada dia.
Ternyata semua tidak berjalan sesuai yang aku inginkan. Hari ke empat ospek, aku malah jatuh sakit dan tidak diperbolehkan untuk mengikuti ospek lagi. Aku bertambah sedih karena aku berpikir kesempatan terakhirku bisa bersama Iyas hilang begitu saja.
Aku terpaksa beristirahat sampai ospek berakhir. Tapi beruntung, Iyas masih belum pergi, karena dia harus mengurus beberapa hal lain di sini. Aku merasa senang sekali, sampai satu hari aku mendapat kabar bahwa dia jadian dengan Agnes, salah satu teman kelompok ospek kami. Hatiku hancur, karena wanita itu adalah teman baikku sendiri. Tapi aku bisa apa, salahku tidak pernah menceritakan perasaanku yang sebenarnya pada Iyas.
Dan hari dimana dia harus pergi pun tiba. Dia pergi tanpa berpamitan denganku, dan tanpa aku punya kesempatan untuk mengutarakan perasaanku yang sebenarnya. Pergi sebagai pacar sahabatku sendiri. Aku berpikir aku harus melupakan dia, karena aku tak mungkin mempunyai kesempatan untuk bertemu dengannya lagi, apalagi mendapatkannya.
.................
Malam itu aku tiba-tiba teringat tentang Iyas, ah sudah lama aku tidak menghubungi dia. Dua tahun berlalu sejak dia pergi, ternyata aku berhasil mengubur perasaanku sendiri. Dan sekarang aku telah mempuinyai orang lain yang aku sayangi, perasaanku pada Iyas benar-benar sudah hilang, saat itu.....
“Iyas...... ni gw Rara. Masih inget ga lw???? Apa kabar???”
Akhirnya aku mengirimkan sms pada Iyas, dan dia pun membalas..
“Hei... kabar baik. Lw?? Kemana aja ni??”
Dan malam itu kami saling mengirim sms, menanyakan kabar satu sama lain, membicarakan hal-hal yang tak penting, dan masih, saling mengejek. Sepertinya bukan kami kalau bisa akur.
Dan sejak saat itu kami jadi dekat lagi. Aku jadi sering menghubungi dia. Menceritakan masalah-masalah yang terjadi padaku. Dan paling sering tentang masalahku dengan pacarku.
Lama-kelamaan semuanya terasa berubah. Perasaanku padanya yang dulu sudah aku buang jauh-jauh, perlahan kembali lagi, bahkan semakin kuat. Aku memang tidak terlalu bahagia dengan hubunganku pada saat itu, aku merasa pacarku tidak bisa membuatku nyaman, dan aku malah menemukan kenyamanan itu pada diri Iyas.
Perhatiannya membuatku tersentuh, walaupun tetap saja tak bisa lepas dari saling mengejek, tapi aku merasa mendapatkan kenyamanan dan kasih sayang, lebih dari yang aku dapatkan dari pacarku.
Awalnya aku tak terlalu memikirkan perasaan itu. Aku berkata pada hatiku sendiri, mungkin perasaan itu datang karena aku kesepian, dan kebetulan Iyas datang dengan segala perhatiannya, membuatku merasa ada seseorang yang menjagaku lagi, dan membuatku nyaman.
Suatu hari pacarku mengetahui kedekatanku dengan Iyas, dan dia melarangku untuk berhubungan lagi dengan Iyas. Baru aku sadari perasaanku yang sebenarnya, perasaan yang lebih kuat dari sekedar kenyamanan bila bersama Iyas, lebih dari yang pernah aku rasakan dulu, saat pertama bertemu dengannya. Aku merasa benar-benar tidak rela pergi dari dia, walaupun aku sadar, aku tak boleh mempunyai perasaan itu, karena sekarang aku tak sendiri lagi.
Untuk beberapa hari aku berusaha tidak menghubungi Iyas lagi, aku tidak berani jujur tentang keadaanku yang sebenarnya, tentang pacarku yang sebenarnya melarangku untuk berhubungan lagi dengannya. Tapi semakin hari aku semakin tak bisa menahan perasaanku sendiri, sampai akhirnya aku memutuskan untuk jujur dan menjelaskan apa yang terjadi. Aku tak sanggup menahan air mataku, aku menangis saat aku menelepon Iyas. Dia bisa mengerti dan menerima apa yang terjadi, karena dia juga tau posisiku saat itu, dia juga merasa harus menghormati pacarku.
Aku mengira itu benar-benar akhir dari segalanya, aku tidak akan menghubunginya lagi. Tapi ternyata aku tidak bisa. Diam-diam aku kembali menghubungi Iyas.
Sejak saat itu, aku dan Iyas malah semakin dekat. Aku merasa dia adalah “pacar keduaku”. Aku selalu berpikir, apa aku bisa disebut selingkuh? Mungkin. Tapi apa yang terjadi tidak lepas dari kesalahan pacarku, yang tak bisa membuatku nyaman dan bahagia seperti yang bisa diberikan Iyas untukku, sedangkan aku tak bisa melepaskan pacarku karena merasa sudah “terikat” dengannya.
Kami semakin dekat, dan tidak mempedulikan siapapun. Aku merasa benar-benar bahagia dengannya. Tiap hari saling berhubungan, walaupun kami tidak tinggal di satu kota, tapi aku merasa dia ada di dekatku, karena semua perhatian yang dia berikan padaku. Aku merasa menemukan seseorang yang aku cintai lagi. Seperti masa-masa awal pacaran.
Sampai suatu hari dia memintaku untuk datang ke tempatnya. Mungkin aku sudah benar-benar terbutakan oleh cinta, aku tidak memperdulikan pacarku, akupun menemui Iyas. Awalnya aku bingung, jujur aku sudah lupa dengan wajahnya, karena terlalu lama tidak bertemu. Untungnya tidak sulit menemukan dia. Iyas, tinggi, kurus, putih. Itulah yang selalu kuingat.
Kami menghabiskan waktu seharian. Berjalan-jalan, makan, ke toko buku, bermain-main di arena permainan seperti anak kecil, bernyanyi di karoke booth, tertawa-tertawa. Ingin rasanya aku menghentikan waktu, dan terus bersamanya. tapi aku tau aku harus segera pulang.
Sore hari yang cerah, aku ingat dia memintaku memeluknya. Aku berkata dalam hati “Tuhan, tak bisakah aku menikmati waktu ini lebih lama lagi? Aku benar-benar tak ingin pergi”
………..
“Udah ya Ya, semuanya harus bener-bener kita akhirin. Kita sama-sama tau posisi lw, lw ga sendiri. Sekarang lebih baik lw kembali ke kenyataan, lw balik sama pacar lw, tanpa ada gw lagi”
Tiba-tiba aku menerima sms itu. Tuhan, baru tadi siang aku bersenang-senang dengannya, kenapa dia harus berkata seperti ini? Mengapa dia harus memintaku menemuinya, kalau dia merasa ini harus berakhir?
“Kenapa Yas? Kenapa lw jahat banget? Gw ga mau. Gw mau lw, gw ga bisa pergi!”
Aku benar-benar tak bisa menahan air mataku. Hatiku benar-benar hancur. Mengapa kebahagiaannya berakhir seperti ini?
“Oke Yas, kalau itu yang lw mau, gw ga bisa apa-apa lagi. Tapi gw mau lw jujur, tentang perasaan lw yang sebenenrnya ke gw selama ini!”
Akhirnya aku memberanikan diri menanyakan tentang perasaannya selama ini. Aku perlu jawaban yang sebenarnya, apakah selama ini aku hanya bertepuk sebelah tangan, dan jawaban dia benar-benar membuatku kaget,
“Nyaman dan sayang”
Aku benar-benar merasa marah saat itu. Sayang? Tapi kenapa dia memintaku untuk pergi? Kenapa dia tidak memperjuangkanku saja? Aku benar-benar tidak mengerti. Aku pun menerima keputusan Iyas untuk pergi dari dia, dan benar-benar mengakhiri semuanya.
“oke kalau itu yang lw mau, terima kasih buat semua waktu yang udah lw kasih buat gw. Maaf kalau selama ini gw cuma bisa nyusahin lw. Tapi lw tau, gw juga sayang sama lw, lebih dari apapun, dan mungkin lw ga akan tau segimana berartinya lw buat gw”
Aku menganggap semuanya benar-benar berakhir
.......
Tapi ternyata tak bisa. Dia sepertinya sudah membuatku kecanduan dengan keberadaannya. Setelah kejadian itupun, kami masih saja berhubungan. Walaupun tidak seintens seperti sebelumnya, tapi perhatian itu masih saja ada.
Sampai akhirnya aku putus dari pacarku. Aku merasa hampir gila, tapi Iyas masih saja ada disana menghiburku, jadi tongkat untukku. Hanya Iyas yang bisa membuatku kembali “normal” lagi, bisa bernafas lagi. Hanya Iyas yang bisa membuatku tersenyum lagi.
Aku merasa memilikinya lagi, seutuhnya, setelah sekian lama perasaanku terbatasi, aku merasa bahagia karena bisa merasa bebas mencintainya. Sampai satu saat, pacarku memintaku untuk kembali padanya. Aku bingung, jujur aku masih sayang dengan mantanku itu, tapi aku juga tak ingin kehilangan Iyas seperti dulu. Akhirnya aku memberikan kesempatan untuk Iyas, memilih memperjuangkanku atau melepaskanku. Sebenarnya aku ingin sekali dia memintaku bersamanya, tapi ternyata aku salah, dia lebih memilih melepaskanku untuk kembali bersama pacarku. Jujur aku kecewa, tapi aku menghargai keputusannya. Akhirnya aku kembali bersama pacarku.
Tapi seperti biasa, keadaannya tidak semudah itu. Aku masih saja dekat dengan Iyas, terkadang dia malah membuatku menyesali keputusanku untuk kembali pada pacarku, bukannya memilihnya. Saat itu aku berpikir, “gw udah ngasih lw kesempatan, kenapa ga lw manfaatin??” terkadang dia bilang, kalau dia bisa lebih baik dari pacarku, hal yang bisa membuatku marah.
Sampai akhirnya, aku tahu dia kembali dekat dengan Agnes, orang yang paling tidak aku inginkan bisa kembali dekat dengannya, karena aku tahu, apa yang dulu sudah wanita itu lakukan pada Iyas, tapi apa hak ku?? Aku tidak berhak melarang dia berhubungan dengan siapapun, walupun aku terkadang bilang, aku cemburu tiap dia bersama wanita itu. Sejak saat itu, aku semakin jauh dengan Iyas, dia semakin jarang menghubungiku, aku juga tak berani menghubunginya duluan.
Ada waktunya terkadang aku menghubunginya dan bertanya tentang hubungannya dengan wanita itu, tapi entah mengapa dia tidak pernah mau jujur dan membahas semua. Aku tak mengeerti, aku berpikir, mungkin memang tidak ada hubungan spesial diantara mereka. Aku kembali berpisah dengan pacarku, tapi tak seperti sebelumnya, kali ini aku merasa Iyas tidak ada untukku, aku juga tidak bisa menyalahkan dia, mungkin dia sudah lelah terus saja ada untukku tanpa ada hasilnya.
Setahun berlalu, aku sudah bekerja sekarang. Cukup lama aku tidak berhubungan dengan Iyas, mungkin karena kesibukan kami masing-masing, aku sudah mulai sedikit demi sedikit melupakannya.
Tiba-tiba, entah ada angin apa, setelah sekian lama, Iyas kembali menghubungiku. Akhirnya kami kembali dekat, walaupun jarak kami semakin jauh. Dia harus bertugas diluar kota, tapi walaupun demikian, hampir tiap hari kami berkirim kabar. Kami semakin dekat seperti dulu, aku merasa Iyas yang dulu sudah kembali, Iyas yang perhatian dan sayang padaku. Dan akhirnya kami memutuskan untuk menjalin hubungan. Aku senang, akhirnya aku bisa benar-benar memilikinya kali ini. Aku bisa melihat dia menyayangiku. Perhatiannya padaku membuatku kembali menyayanginya juga. Tak terasa, kami sudah menjalani hubungan kami selama 3 bulan, walaupun belum sekalipun kami bertemu, tapi dengan segala perhatian yang dia berikan, itu sudah cukup untukku.
Tapi akhir-akhir ini, aku merasakan ada yang berbeda dengan Iyas. Dia kembali jarang menghubungiku. Aku mengerti, mungkin dia sedang sibuk disana, aku juga di sini sedang sibuk dengan pekerjaanku. Sampai aku merasa ada yang benar-benar berbeda darinya. Entah mengapa, tapi ada satu perasaan dihatiku kalau ada yang salah dengan semuanya. Terkadang aku bertanya pada Iyas ada apa sebenarnya, tapi dia hanya bilang kalau dia memang sedang sibuk, aku percaya saja.
0 comments:
Posting Komentar